
Beberapa buku emang susah dicari ya, kek jodoh.
Ekspektasi awal membaca Banda Neira adalah suguhan gaya bahasa melayu dengan saduran bahasa Belanda khas Angkatan Melayu Lama mengingat latar tahun di novel Banda Neira adalah 1880an. Ternyata tidak, setelah membuka halaman pertama aku mendapat penjelasan bahwa Mayon Soetrisno lahir di tahun 1958 sehingga Banda Neira adalah sepenuhnya fiksi dengan riset sejarah yang tidak main main.
Aku rasa yang sulit dari novel dengan latar sejarah adalah bagaimana cara untuk membuatnya meyakinkan -seolah olah si tokoh betulan ada di zaman itu- tanpa melukai sejarah itu sendiri. Banda Neira menghadirkan kolonialiasi di kepulauan Banda dengan sangat baik. Dalam beberapa chapter memang terasa sangat the Count of Monte Carlo sekali mengingat referensi penjajah-perompak-pelaut terakhir yang kutonton adalah film itu (selain Pirates of Caribbean, tentu saja)
Mayon menuturkan soal kehidupan Pieter van Horn dengan latar Banda Neira era kolonial Spanyol dan Inggris dan Belanda. Men yang menjajah kita banyak banget men. Dalam kisah ini, orang Indonesia masih belum ada. Yang ada adalah Pappua, Bali, Jacatra, dan Orangkaya Orantatta dengan porsi peran yang menyedihkan. Kalo ga budak yang mati dipancung, yhaa.. gitude.
Seks memang telah dijanjikan sejak halaman pertama. Untuk melakukan emphasize soal liarnya kehidupan seks para pelaut, aku rasa ia sudah cukup hingga halaman tigaratus. Tapi tidak, adegan adegan seks terus diulang sampai tamat di halaman 508 sehingga agak sedikit membosankan. Aku sampai bisa menebak jika perempuan dan laki laki berada sekamar, atau sekadar berbincang saat makan malam, pasti bakal kejadian. Kan, enak banget :)))
Selain seks, emphasize atas maniaknya Nicolaus Speelman soal mendapatkan kepuasan seksual lebih saat menyiksa lawan jenisnya membuat adegan Speelman-memecuti-Cornelia terasa seperti ratusan kali diulang.
Selebihnya, novel (atau roman?) ini sangat menarik. Mayon mampu menarik aku ke dalam fantasi soal pulau Banda dan keindahannya, serta arsiteksi kolonial yang memesona. Aku diajak menyelam dalam ranah yang sama sekali asing dan di luar bayanganku soal Indonesia di abad 18.
Karakter yang disuguhkanpun menarik dengan latar hidup yang berlarah larah. Meski agak tertatih di awal untuk mengingat ingat ini sodaranya siapa saking banyaknya karakter yang ditawarkan di seratus halaman pertama, buku ini masih sangat enak untuk diikuti. Secara sederhana ini adalah kisah soal bagaimana Pieter van Horn membalaskan dendam ayah dan keluarganya kepada Nicolaus Speelman, sang kapten kapal penguasa Banda yang membantai 14.000 penduduk setempat demi memuaskan hasratnya terhadap kekuasaan.
Sempalan ceritanya ada istri istri dan kekasih kekasih Pieter yang buanyak banget sampe aku sebel kok laki laki ini kurang ajar sekali. Ada Eveline, anak kapten kapal Belanda yang jatuh cinta abitch sama Pieter tapi lalu mati. Atau Michiko, budak Jepang yang jatuh cinta abitch sama Pieter sampe punya anak yang dikirimkannya ke Jepang dan lalu milih buat seppuku karena ditinggal Pieter kawin sama Elizabeth anak Gubernur yang akhirnya bunuh diri karena ditinggal pergi sama Pieter yang milih buat kawin sama Cornelia.
Yawla ini Pieter cita citanya mau jadi kapten kapal apa Cassanova sik??
Sempalan lain yang paling menarik adalah Cornelia. Gadis dengan latar kisah yang membuatku sempat berhenti membaca, menghela nafas lalu mengumpulkan keberanian lagi untuk lanjut membaca. Bacalah sendiri dan kamu bakal paham kenapa pada prolog muncul dua halaman segore itu.
Sesuai yang tertulis di cover novel, Banda Neira memang lahir untuk menghidupkan erotisme dan eksotisme. Dijabarkan penuh dalam ratusan adegan seks dan bagaimana Mayon membuatmu benar benar mampu memvisualisasikan setiap latar tempat dengan keahliannya bercerita. Juga bagaimana obsesi seksual dan keimanan itu saling bergelut dan berkali kali satu di antaranya menang, ataupun kalah.
Bagian favoritku, selain bermain tebak tebakkan apakah perempuan ini akan ditiduri Pieter/Nicolaus, adalah kisah Michiko, perempuan yang diberikan sebagai hadiah untuk keluarga salah satu Orangkaya Orantatta lalu bertemu dengan Pieter. Bagaimana keduanya berproses hingga saling jatuh cinta, kalimat dan gestur yang mengandung pesan subliminal dan cara Michiko mengakhiri penderitaannya melalui Seppuku. Michiko aku padamu.
Secara sederhana Banda Neira adalah sebuah novel dengan latar sejarah yang menyegarkan, betul betul lugas dan berhasil membangun sebuah (re)konstruksi atas bagaimana negara ini di abad ke 18. Yum!
Coffee Toffee, 18 Februari 2016
Fuck you, Nicolaus Speelman.