Brooklyn, Sebuah Dongeng Tentang Rumah

images
Film ini diawali dengan rutinitas Eilis Lacey di Enniscorthy, kota kecil di Irlandia. Eilis menajadi pramuniaga di toko perawan tua yang menyebalkan dan hidup dalam kemiskinan bersama ibu dan kakaknya, Rosa. Kota kecil, miskin, rutin, bosan, kungkungan aturan dan masyarakat yang kaku.

“Oh, ini film soal small city girl with a hollywood dream”

Saya yang tidak melakukan riset apapun soal film ini seketika berkesimpulan demikian di menit kesepuluh. Dan nyatanya memang begitu, Eilis lantas berhenti bekerja, mengemas kopornya dan bergegas pergi ke Brooklyn, USA berkat bantuan kakaknya untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.

Sisanya adalah duapuluh lima menit kisah soal semuanya berjalan dengan baik baik saja tanpa konflik berarti. Maksud saya, Eilis ternyata tidak ditipu, ia diterima dengan sangat baik oleh induk semangnya, ia bekerja di tempat yang layak, ia masih bisa berkirim surat ke ibu dan kakaknya (settingnya di tahun 1915) dan begitulah, tidak ada klise film film imigran dengan drama berlebihan.

Dan itu justru menarik, sebab kita kemudian diajak menyelami perkara klasik soal perpindahan: homesick. Film ini akan sangat relate dengan siapapun yang pernah jauh dari rumah dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Brooklyn mempertanyakan soal “Kehidupan di sini berjalan dengan baik, aku menggenapi mimpi mimpiku, aku tidak lagi ada di kota kecil yang tidak menjanjikan apa apa itu, tapi kok, begini ya” dengan menampilkan Eilis yang kian terpuruk di hari hari awalnya di Brooklyn.

Lalu, ya, Eilis jatuh cinta pada pria Italia dan begitulah. Brooklyn yang asing akhirnya menjadi rumah. Konfliknya adalah saat kakaknya meninggal dan ia dihadapkan pada pilihan soal mana rumah sesungguhnya. Ditambah dengan hadirnya pria lajang-kaya-favorit semua gadis remaja yang ingin menikahinya di kampung, menambah daftar panjang alasan galaw cewe dengan logat yang mengingatkan saya pada film film bajak laut ini.

Momentum yang akhirnya membuat Eilis memutuskan apa, di mana dan siapa ‘rumahnya’ sangat keren. Terduga sih, tapi keren. Di menit menit terakhir film saya terus menggumamkan lagu Edward Sharpe & the Magnetic Zeros berjudul Home yang chorusnya keren sekali itu lantaran ya, gitu, relate aja hahaha.

Jadi, jika kamu adalah Eilis, rumah seperti apa yang kamu cari?

Palangkaraya, 6 Maret 2016

Oh home, let me go home/ home is whenever I’m with you//

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s