South of the Border, West of the Sun

Selepas maraton dinas, saya menemukan buku ini di dasar koper. Merely touched. Bertekad untuk menghabiskannya dalam kurun empat hari sebelum memulai proyek #MembacaTebal di minggu selanjutnya. Buku ini begitu menyenangkan hingga saya tidak sadar telah mencapai halaman terakhir di hari kedua. Meski jika dijabarkan secara sederhana ini adalah cerita tentang lelaki yang memiliki obsesi berlebihan terhadap cinta monyetnya kala SD hingga menimbulkan alter-reality, saya tetap percaya bahwa cinta yang sedemikian besar bisa mengubah banyak hal (kewarasan, misalnya)

Saya menyukai Hajime, tokoh pria sebagai sudut pandang pertama di buku setebal 214 halaman ini. Dia begitu menyukai Shimamoto -teman masa kecilnya- hingga menghabiskan 25 tahun (dan sepertinya terus berlangsung) untuk menghidupkan sosok perempuan yang tidak siapapun tau di mana sama siapa sekarang berbuat apa dalam detil yang luar biasa nyata dan meyakinkan.

https://i0.wp.com/cdn.wordables.com/wp-content/uploads/2015/12/HarukiQuotes9.png

I love the way Google Image Search the most alay version of Murakami’s quotes

Di akhir buku, disebutkan bahwa semua hal nyata yang menghidupkan skena kembalinya Shimamoto setelah 25 tahun perpisahan ternyata tidak pernah ada. Dan di sepanjang buku kita hanya sedang melihat proyeksi khayalan Hajime semata. Saking canggihnya kemampuan menulis pak Murakami, saya tidak menduga hal ini sama sekali. Saya kira akan ada penjelasan panjang lebar tentang apa saja yang terjadi di hidup Shimamoto seperti bagaimana ia bisa begitu kaya padahal tidak sekalipun pernah bekerja? nyet itu yang dilarung ke laut anak siapa nyet? kenapa ada om om ngasih seratus ribu yen buat brenti stalking Shimamoto dan seterusnya.

Ternyata yha, biasa, ga ada penjelasan apa apa karena semua itu khayalan semata hahahahabangsathahaha. Namun buku ini tetap menyenangkan, tidak sepahit Wind-Up Bird Chronicle atau seabsurd trilogi The Rat (Pinball – Wild Sheep Chase – Dance Dance Dance). Nyaris memiliki taste semanis Norwegian Wood namun tidak segelap itu. Soal cari mencari pengentas kesepian di masa muda dan menemukan perkara cocok di antara manusia. Laif.

Note: Dalam jeda setelah menamatkan The Elephant Vanishes kemarin, saya menghabiskan Paula Hawkins – The Girl on the Train yang filmnya akan rilis di bulan Nopember tahun ini. Membayangkan Emily Blunt sebagai Rachel Watson di buku ini rasanya mendebarkan karena she’s exactly who am I gonna pointed out as Rachel.

Things are great lately  ❤

Sampit, 16 September 2016

Menunggu Desember dengan tidak sabar!

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s